Begitulah tanganmu
menyamar waktu
Melambai sepenuh sungguh
menyamar waktu
Melambai sepenuh sungguh
Serupa kepak sunyi
seekor burung
yang sendiri
Bukanlah lagi secangkir kopi
Menemaniku di tiap denting
dini hari
yang berayun lambat
di taman kota
Tetapi justru bayangmu
Pada tetes cahaya bulan
dan sisa bir semalam
milik si tua pucat
yang lelap
di bawah tiang lampu jalan
Kaulah stasiun tujuan
bagi seorang gadis
dan tiket terakhirnya yang basah
oleh embun
sebatang pohon mati
atau angan seekor katak
yang lupa cara melompat
Begitulah lonceng seketika berbunyi
dan siapapun bergegas kembali
ke rumah tua
yang abadi
Menuju tempat kelahiran,
ingatan masa silam yang urung usai
Atau sebuah taman penuh kenangan
di mana tak seekor ulat pun
menyelinap di pucuk kuldi
Atau mungkinkah
segalanya cuma kisah?
Tak seorang pun
akan kembali menjadi dirimu
menyamar mawar, atau
kepak pilu seekor burung
Tak ada tiket-tiket penyeberangan
bagi harapan di hari kelahiran yang baru
tak ada si tua
mengigaukan tanganmu yang pucat
dan sisa cahaya telah tumpah
pada tetes
secangkir bis yang terakhir
Begitulah detik selalu berguguran
Di sebuah taman
di kota ini
Di satu dini hari
yang sungguh
serupa dirimu
- Frischa Aswarini
seekor burung
yang sendiri
Bukanlah lagi secangkir kopi
Menemaniku di tiap denting
dini hari
yang berayun lambat
di taman kota
Tetapi justru bayangmu
Pada tetes cahaya bulan
dan sisa bir semalam
milik si tua pucat
yang lelap
di bawah tiang lampu jalan
Kaulah stasiun tujuan
bagi seorang gadis
dan tiket terakhirnya yang basah
oleh embun
sebatang pohon mati
atau angan seekor katak
yang lupa cara melompat
Begitulah lonceng seketika berbunyi
dan siapapun bergegas kembali
ke rumah tua
yang abadi
Menuju tempat kelahiran,
ingatan masa silam yang urung usai
Atau sebuah taman penuh kenangan
di mana tak seekor ulat pun
menyelinap di pucuk kuldi
Atau mungkinkah
segalanya cuma kisah?
Tak seorang pun
akan kembali menjadi dirimu
menyamar mawar, atau
kepak pilu seekor burung
Tak ada tiket-tiket penyeberangan
bagi harapan di hari kelahiran yang baru
tak ada si tua
mengigaukan tanganmu yang pucat
dan sisa cahaya telah tumpah
pada tetes
secangkir bis yang terakhir
Begitulah detik selalu berguguran
Di sebuah taman
di kota ini
Di satu dini hari
yang sungguh
serupa dirimu
- Frischa Aswarini
No comments:
Post a Comment