Beginilah Jihad Mengajarkanku
Dr. Abdullah Azzam
Sudah lama ‘tidur’ kita karena terhina
Manakah itu auman singa Tali temali para pembangkang sudah terurai Sementara kita terhina seperti budak Ikatan budak karena tunduk dan menyerah Bukan karena ikatan itu terbuat dari besi Kapan kita memberontak dari belenggu itu
Kapan kita memberontak darinya
Imamul Jihad.
(Ays-Syahid Dr. Abdullah Azzam)
Pertama:
sesungguhnya akidah kita terhadap takdir, tidak akan terwujud dalam jihad manusia melebihi perwujudannya di medan jihad. Akidah tawakal kepada Alloh Rabul ‘Alamin tidak akan terwujud hidup melebihi perwujudannya dalam medan peperangan, terutama tentang ajal dan rizki yang keduanya merupakan tiang paling agung dalam kehidupan manusia. Akidah ini dituangkan jelas dalam lembaran Al-Quran dengan ayat muhkamat.
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Alloh, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.”
(Ali Imran: 145)
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22)
Manusia mentauhidkan Alloh dengan akidah ini (akidah ajal dan rizki) dengan bentuk tauhid rububiyah yang merupakan tauhid ilmiah (teori), namun lompatan jauh dari tauhid rububiyah kepada tauhid uluhiyah yang merupakan tauhid amali (praktik nyata) itu yang dijaminkan dan diwujudkan nyata dalam jihad.
Karena dengan demikian ia telah mentransformasikan kata-kata dan teori kepada tawakal dalam bentuk sikap dimana seorang muslim harus menempatkan jiwa, harta dan kehidupannya dalam bahaya.
Pada saat itulah seorang mukmin menjadi gunung kokoh yang ketika bumi berguncang, ia tetap tidak bergeming.
Ini yang kita saksikan nyata dimana para mujahidin berlomba-lomba menuju kematian dan menangis ketika terhalang tidak ikut perang.
Ia merasa menikmati ketika mendengar ringkikan kuda dalam jihad Dan jiwanya tenteram ketika melihat aliran darah Ikatan Besar Ikatan paling besar dalam kehidupan seorang dai adalah ikatan ketakutan (ketakutan atas rizki dan ajal).
Jika ikatan ini lepas dalam dirinya, maka semua ikatan akan lepas. Saat ini, ikatan “intelijen musuh (spionase)” adalah yang menghalangi dakwah dan gerakan jihad
karena ia merupakan rahasia dan teka-teki rahasia.
Sebab spionase menjadi hantu menakutkan yang mengganggu tidur mereka karena mereka takut rizki dan ajal mereka. Sementara jihad membebaskan semua ikatan-ikatan itu. Puji syukur kepada Alloh, karena telah memberikan kepada kami kebebasan dari ketakutan-ketakutan itu. Ketika seseorang bilang kepadamu:
Si Fulan menjadi spionase. Maka seakan mereka bilang:
Abu Tamam memuji Mu’tasim artinya hal itu tidak membuatku ketakutan sama sekali.
Kedua:
Izzah dan Kemuliaan.
Di antara yang mengajarkan jihad kepadaku adalah bahwa seorang muslim adalah makhluk paling mulia di bumi jika ia seorang mujahid.
Sebab yang paling berharga dimiliki seseorang adalah nyawanya sementara ia mempertaruhan nyawanya dalam bahaya setiap hari demi membela Penciptanya.
“janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
(Ali Imran: 139)
Ketiga:
Kehinaan kehidupan di mata seorang mujahid seperti yang disebutkan dalam hadits,
“Seandainya dunia itu sepadan di sisi Alloh dengan sayap lalat, maka Dia tidak akan memberikan minum kepada orang kafir seteguk air dunia.”
Ini sesuai dengan kejiwaan seorang mujahid dan tingginya kepeduliannya terhadap puncak ajaran Islam yakni jihad dimana ia hanya menilai dunia amat-amat kecil.
Sayyaf pernah bilang kepada anak-anak penguasa berkata:
“Demi Allah, sesungguhnya 100 istana seperti istana ayahmu, tidak pernah sepadan dengan sedetikpun saat berjihad,”
Keempat:
Saya belajar dari jihad bahwa kehidupan hakiki adalah kehidupan jihad dan mujahid.
Ini sesuai dengan pendapat sebagian ahli tafsir tentang makna ayat,
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Alloh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Alloh membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada- Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(Al-Anfal: 24)
Yang dimaksud
“kepada sesuatu yang memberikan kehidupan” adalah jihad.
Kelima:
jihad mengajarkanku bahwa Islam adalah pohon yang tidak akan hidup kecuali di atas darah.
Jika darah itu mengering, maka urat dan syaraf agama ini akan mati.
Keenam:
saya keluar untuk jihad dengan keyakinan bahwa jihad adalah sangat darurat bagi gerakan Islam.
Demikian juga gerakan Islam adalah darurat untuk menyalakan lentera jihad.
Pimpinan gerakan dan bangsa juga darurat bagi gerakan Islam agar jihad itu tetap menyala dengan bahan bakarnya yakni bangsa dan masyarakat.
Jika gerakan Islam tidak berjihad, maka ia akan termakan dan habis sendiri dengan fitnah dan terpecah-pecah.
Gerakan Islam adalah detonator berton-ton bahan peledak. Masyarakat adalah bahan peledaknya. Gerakan Islam tidak akan bisa berperang dalam jangka panjang meski hanya melawan negara kecil apalagi besar, jika gerakan itu mengisolir dari masyarakatnya.
Ibarat dahan yang diputus dari pohonnya. Banyaknya tsaqafah dan pengetahuan dalam gerakan Islam akan berbahaya bagi jiwa sebab hanya membekukan hati dan perdebatan.
Ketujuh:
Agama ini tidak bisa dipaham kecuali melalui jihad agar diakui secara riil di bumi. mereka yang bergelut dengan ilmu agama dan fiqih tidak akan mengetahui tabiat dan rahasianya kecuali dengan jihad.
Ini sesuai dengan pemahaman Hasan Basri, Thabari dan riwayat dari Ibnu Abbas terhadap ayat,
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(At- Taubah: 122)
Jadi golongan yang bertafaquh adalah golongan yang menghasung jihad.
Ibnu Taimiyah berkata:
“Seharusnya urusan jihad diserahkan kepada pendapat ahli agama yang benar yang mereka memiliki pengalaman, termasuk ahli dunia tanpa mengalahkan salah satu dari keduanya.
Artinya, yang ditanya tentang jihad adlaah ulama yang berjihad.
Kedelapan:
jihad mengajarkanku bahwa negara Islam tidak mungkin ditegakkan kecuali melalui jihad rakyat dalam jangka panjang.
Dari sana akan tanpak kelebihan dan perbedaan masing-masing. Sehingga dalam perjalanan itu akan lahir pimpinan riil dari keberanian dan pengorbanan.
Maka khalifah adalah salah dari mereka yang berjihad.
Pertimbangan dan keutamaan di antara para sahabat adalah jumlah keterlibatan mereka dalam perang yang mereka ikuti.
Karenannya, Abu Bakar berhujjah ketika umat ijma’ untuk memilih khalifah bukan berdasarkan kepada rekomendasi seseorang orang atau propaganda.
Kesembilan:
jihad mengajarkanku bahwa negara Islam yang tegak karena jihad tidak mungkin berdiri dengan kudeta militer sebab semua manusia membawa senjata dan takdir kepemimpinan akan muncul melalui kerja mereka dan kesabaran mereka serta pengorbanan mereka.
Juga karena mencapai pemerintahan tidak akan terjadi dalam kegelapan melalui konspirasi namun ia terang seperti bawah matahari.
Kepemimpinan akan diberikan kepada mereka yang paling kuat, paling bersih, paling sederhana hidupnya, dan paling jujur. Kepemimpinan ini diberikan sebagai harga mahal sebagai pengakuan negara sehingga tidak boleh teledor.
Kesepuluh:
jihad mengajarkanku bahwa jihad adalah sarana terbaik untuk membina diri manusia. Marabahaya akan membersihkan fitrah manusia dan hanya kembali kepada Alloh, huru hara perang akan membuka hari untuk menghubungkan dengan Alloh.
Di tengah panas dan pahitnya ujian inilah jiwa menjadi lembut.
Seperti besi yang lembek oleh panas api. Sehingga tidak mudah lalai karena setiap saat dekat dengan kematian.
Kesebelas:
saya belajar dari jihad bahwa ia adalah faktor terbesar untuk menyatukan umat Islam.
Keduabelas:
saya belajar dari jihad bahwa kepemimpinan dan tanggungjawab harus diserahkan kepada orang yang ikhlas dan jujur.
Merekalah jaminan keamanan, dan penjaga nyawa manusia, harta dan kehormatannya.
Ketigabelas:
saya paham dari jihad bahwa pendidikan (tarbiyah) menjadi darurat dan sangat mendesak sebelum memanggul senjata.
Jika tidak maka orang yang membawa senjata tanpa tarbiyah akan menjadi mafia senjata yang justu mengancam keamanan manusia.
Keempat belas:
saya belajar dari jihad bahwa kesabaran itu tiangnya jihad itu sendiri. Bahkan ujung tombak agama ini. Tidak ada jihad tanpa kesabaran. Anda bisa belajar ini dari mereka yang 10 tahun berjihad dengan kelaparan, sakit dan pakaian apa adanya.
Kelima belas:
jihad mengajarkanku bahwa pelangi besar yang meliputi negara-negara besar seperti Amerika dan Rusia tidak sepadan sama sekali dengan kekuatan Alloh Tuhan semesta alam dan pertolongan-Nya kepada orang beriman
Oleh : Rahmat Al Ismul A'zham
Dr. Abdullah Azzam
Sudah lama ‘tidur’ kita karena terhina
Manakah itu auman singa Tali temali para pembangkang sudah terurai Sementara kita terhina seperti budak Ikatan budak karena tunduk dan menyerah Bukan karena ikatan itu terbuat dari besi Kapan kita memberontak dari belenggu itu
Kapan kita memberontak darinya
Imamul Jihad.
(Ays-Syahid Dr. Abdullah Azzam)
Pertama:
sesungguhnya akidah kita terhadap takdir, tidak akan terwujud dalam jihad manusia melebihi perwujudannya di medan jihad. Akidah tawakal kepada Alloh Rabul ‘Alamin tidak akan terwujud hidup melebihi perwujudannya dalam medan peperangan, terutama tentang ajal dan rizki yang keduanya merupakan tiang paling agung dalam kehidupan manusia. Akidah ini dituangkan jelas dalam lembaran Al-Quran dengan ayat muhkamat.
“Sesuatu yang bernyawa tidak akan mati melainkan dengan izin Alloh, sebagai ketetapan yang telah ditentukan waktunya.”
(Ali Imran: 145)
“Dan di langit terdapat (sebab-sebab) rezkimu dan terdapat (pula) apa yang dijanjikan kepadamu.” (Adz-Dzariyat: 22)
Manusia mentauhidkan Alloh dengan akidah ini (akidah ajal dan rizki) dengan bentuk tauhid rububiyah yang merupakan tauhid ilmiah (teori), namun lompatan jauh dari tauhid rububiyah kepada tauhid uluhiyah yang merupakan tauhid amali (praktik nyata) itu yang dijaminkan dan diwujudkan nyata dalam jihad.
Karena dengan demikian ia telah mentransformasikan kata-kata dan teori kepada tawakal dalam bentuk sikap dimana seorang muslim harus menempatkan jiwa, harta dan kehidupannya dalam bahaya.
Pada saat itulah seorang mukmin menjadi gunung kokoh yang ketika bumi berguncang, ia tetap tidak bergeming.
Ini yang kita saksikan nyata dimana para mujahidin berlomba-lomba menuju kematian dan menangis ketika terhalang tidak ikut perang.
Ia merasa menikmati ketika mendengar ringkikan kuda dalam jihad Dan jiwanya tenteram ketika melihat aliran darah Ikatan Besar Ikatan paling besar dalam kehidupan seorang dai adalah ikatan ketakutan (ketakutan atas rizki dan ajal).
Jika ikatan ini lepas dalam dirinya, maka semua ikatan akan lepas. Saat ini, ikatan “intelijen musuh (spionase)” adalah yang menghalangi dakwah dan gerakan jihad
karena ia merupakan rahasia dan teka-teki rahasia.
Sebab spionase menjadi hantu menakutkan yang mengganggu tidur mereka karena mereka takut rizki dan ajal mereka. Sementara jihad membebaskan semua ikatan-ikatan itu. Puji syukur kepada Alloh, karena telah memberikan kepada kami kebebasan dari ketakutan-ketakutan itu. Ketika seseorang bilang kepadamu:
Si Fulan menjadi spionase. Maka seakan mereka bilang:
Abu Tamam memuji Mu’tasim artinya hal itu tidak membuatku ketakutan sama sekali.
Kedua:
Izzah dan Kemuliaan.
Di antara yang mengajarkan jihad kepadaku adalah bahwa seorang muslim adalah makhluk paling mulia di bumi jika ia seorang mujahid.
Sebab yang paling berharga dimiliki seseorang adalah nyawanya sementara ia mempertaruhan nyawanya dalam bahaya setiap hari demi membela Penciptanya.
“janganlah kamu bersikap lemah, dan janganlah (pula) kamu bersedih hati, Padahal kamulah orang-orang yang paling Tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yang beriman.”
(Ali Imran: 139)
Ketiga:
Kehinaan kehidupan di mata seorang mujahid seperti yang disebutkan dalam hadits,
“Seandainya dunia itu sepadan di sisi Alloh dengan sayap lalat, maka Dia tidak akan memberikan minum kepada orang kafir seteguk air dunia.”
Ini sesuai dengan kejiwaan seorang mujahid dan tingginya kepeduliannya terhadap puncak ajaran Islam yakni jihad dimana ia hanya menilai dunia amat-amat kecil.
Sayyaf pernah bilang kepada anak-anak penguasa berkata:
“Demi Allah, sesungguhnya 100 istana seperti istana ayahmu, tidak pernah sepadan dengan sedetikpun saat berjihad,”
Keempat:
Saya belajar dari jihad bahwa kehidupan hakiki adalah kehidupan jihad dan mujahid.
Ini sesuai dengan pendapat sebagian ahli tafsir tentang makna ayat,
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Alloh dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa Sesungguhnya Alloh membatasi antara manusia dan hatinya dan Sesungguhnya kepada- Nyalah kamu akan dikumpulkan.”
(Al-Anfal: 24)
Yang dimaksud
“kepada sesuatu yang memberikan kehidupan” adalah jihad.
Kelima:
jihad mengajarkanku bahwa Islam adalah pohon yang tidak akan hidup kecuali di atas darah.
Jika darah itu mengering, maka urat dan syaraf agama ini akan mati.
Keenam:
saya keluar untuk jihad dengan keyakinan bahwa jihad adalah sangat darurat bagi gerakan Islam.
Demikian juga gerakan Islam adalah darurat untuk menyalakan lentera jihad.
Pimpinan gerakan dan bangsa juga darurat bagi gerakan Islam agar jihad itu tetap menyala dengan bahan bakarnya yakni bangsa dan masyarakat.
Jika gerakan Islam tidak berjihad, maka ia akan termakan dan habis sendiri dengan fitnah dan terpecah-pecah.
Gerakan Islam adalah detonator berton-ton bahan peledak. Masyarakat adalah bahan peledaknya. Gerakan Islam tidak akan bisa berperang dalam jangka panjang meski hanya melawan negara kecil apalagi besar, jika gerakan itu mengisolir dari masyarakatnya.
Ibarat dahan yang diputus dari pohonnya. Banyaknya tsaqafah dan pengetahuan dalam gerakan Islam akan berbahaya bagi jiwa sebab hanya membekukan hati dan perdebatan.
Ketujuh:
Agama ini tidak bisa dipaham kecuali melalui jihad agar diakui secara riil di bumi. mereka yang bergelut dengan ilmu agama dan fiqih tidak akan mengetahui tabiat dan rahasianya kecuali dengan jihad.
Ini sesuai dengan pemahaman Hasan Basri, Thabari dan riwayat dari Ibnu Abbas terhadap ayat,
“tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang).
mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.”
(At- Taubah: 122)
Jadi golongan yang bertafaquh adalah golongan yang menghasung jihad.
Ibnu Taimiyah berkata:
“Seharusnya urusan jihad diserahkan kepada pendapat ahli agama yang benar yang mereka memiliki pengalaman, termasuk ahli dunia tanpa mengalahkan salah satu dari keduanya.
Artinya, yang ditanya tentang jihad adlaah ulama yang berjihad.
Kedelapan:
jihad mengajarkanku bahwa negara Islam tidak mungkin ditegakkan kecuali melalui jihad rakyat dalam jangka panjang.
Dari sana akan tanpak kelebihan dan perbedaan masing-masing. Sehingga dalam perjalanan itu akan lahir pimpinan riil dari keberanian dan pengorbanan.
Maka khalifah adalah salah dari mereka yang berjihad.
Pertimbangan dan keutamaan di antara para sahabat adalah jumlah keterlibatan mereka dalam perang yang mereka ikuti.
Karenannya, Abu Bakar berhujjah ketika umat ijma’ untuk memilih khalifah bukan berdasarkan kepada rekomendasi seseorang orang atau propaganda.
Kesembilan:
jihad mengajarkanku bahwa negara Islam yang tegak karena jihad tidak mungkin berdiri dengan kudeta militer sebab semua manusia membawa senjata dan takdir kepemimpinan akan muncul melalui kerja mereka dan kesabaran mereka serta pengorbanan mereka.
Juga karena mencapai pemerintahan tidak akan terjadi dalam kegelapan melalui konspirasi namun ia terang seperti bawah matahari.
Kepemimpinan akan diberikan kepada mereka yang paling kuat, paling bersih, paling sederhana hidupnya, dan paling jujur. Kepemimpinan ini diberikan sebagai harga mahal sebagai pengakuan negara sehingga tidak boleh teledor.
Kesepuluh:
jihad mengajarkanku bahwa jihad adalah sarana terbaik untuk membina diri manusia. Marabahaya akan membersihkan fitrah manusia dan hanya kembali kepada Alloh, huru hara perang akan membuka hari untuk menghubungkan dengan Alloh.
Di tengah panas dan pahitnya ujian inilah jiwa menjadi lembut.
Seperti besi yang lembek oleh panas api. Sehingga tidak mudah lalai karena setiap saat dekat dengan kematian.
Kesebelas:
saya belajar dari jihad bahwa ia adalah faktor terbesar untuk menyatukan umat Islam.
Keduabelas:
saya belajar dari jihad bahwa kepemimpinan dan tanggungjawab harus diserahkan kepada orang yang ikhlas dan jujur.
Merekalah jaminan keamanan, dan penjaga nyawa manusia, harta dan kehormatannya.
Ketigabelas:
saya paham dari jihad bahwa pendidikan (tarbiyah) menjadi darurat dan sangat mendesak sebelum memanggul senjata.
Jika tidak maka orang yang membawa senjata tanpa tarbiyah akan menjadi mafia senjata yang justu mengancam keamanan manusia.
Keempat belas:
saya belajar dari jihad bahwa kesabaran itu tiangnya jihad itu sendiri. Bahkan ujung tombak agama ini. Tidak ada jihad tanpa kesabaran. Anda bisa belajar ini dari mereka yang 10 tahun berjihad dengan kelaparan, sakit dan pakaian apa adanya.
Kelima belas:
jihad mengajarkanku bahwa pelangi besar yang meliputi negara-negara besar seperti Amerika dan Rusia tidak sepadan sama sekali dengan kekuatan Alloh Tuhan semesta alam dan pertolongan-Nya kepada orang beriman
Oleh : Rahmat Al Ismul A'zham
No comments:
Post a Comment